Rabu, 05 Juni 2013

LAPORAN PRAKTIKUM ANORGANIK II

THERMOGRAVIMETRIC  ANALYSIS  ( TGA ) DAN DIFFERENTIAL
THERMAL  ANALYSIS ( DTA )

       I.            TUJUAN  PERCOBAAN
1.      Mempelajari  analisa  termal  menggunakan  DTA – TGA.
2.      Menentukan  perubahan  berat  dan  dekomposisi  hidrat  yang  terkandung  dalam  suatu  senyawa  kompleks.
3.      Mengetahui  sifat-sifat  spesifik ( fenomena )  suatu  senyawa  kompleks  yang  terjadi  akibat  pemanasan

    II.            ALAT DAN BAHAN
A. Alat:
1. Seperangkat STA Linesis PT 1600
2. Seperangkat alat komputer

B. Bahan :
Cu ranitidine               6,446 mgr

      C. Gambar Alat
 III.            DASAR TEORI
Analisa termal dapat didefinisikan sebagai pengukuran sifat-sifat fisik dan kimia material sebagai fungsi dari suhu. Pada prakteknya, istilah analisa termal seringkali digunakan untuk sifat-sifat spesifik tertentu. Misalnya entalpi, kapasitas panas, massa dan koefisien ekspansi termal. Pengukuran koefisien ekspansi termal dari batangan logam merupakan contoh sederhana dari analisa termal. Contoh lainnya adalah pengukuran perubahan berat dari garam-garam oksi dan hidrat pada saat mengalami dekomposisi akibat pemanasan. Dengan menggunakan peralatan modern, sejumlah besar material dapat dipelajari dengan metode ini. Penggunaan analisa termal pada ilmu mengenai zat padat telah demikian luas dan bervariasi, mencakup studi reaksi keadaan padat, dekomposisi termal dan transisi fasa dan penentuan diagram fasa. Kebanyakan padatan bersifat aktif secara termal dan sifat ini menjadi dasar analisa zat padat menggunakan analisa termal. Dua jenis teknik analisa termal yang utama adalah analisa termogravimetrik (TGA), yang secara otomatis merekam perubahan berat sampel sebagai fungsi dari suhu maupun waktu, dan analisa diferensial termal (DTA) yang mengukur perbedaan suhu,  T, antara sampel dengan material referen yang inert  sebagai fungsi dari suhu. Teknik yang berhubungan dengan DTA adalah diferential scanning calorimetry (DSC). Pada DSC, peralatan didisain untuk memungkinkan pengukuran  kuantitatif perubahan entalpi yang timbul dalam sampel sebagai fungsi dari suhu maupun waktu. Analisa termal lainnya adalah dilatometry, dimana perubahan dari dimensi linier suatu sampel sebagai fungsi suhu direkam. Dilatometry telah lama digunakan untuk mengukur koefisien ekspansi termal; baru-baru  ini, teknik ini berganti nama menjadi thermomechanical analysis (TMA), dan telah banyak diaplikasikan pada beragam material dan masalah; misalnya kontrol kualitas polimer (R.J Bannec,1972).
Differential Thermal Analysis (DTA) adalah suatu teknik analisis termal dimana perubahan material diukur sebagai fungsi temperatur. DTA digunakan untuk mempelajari sifat thermal dan perubahan fasa akibat perubahan entalpi dari suatu material.  Selain itu, kurva DTA dapat digunakan sebagai finger print material sehingga dapat digunakan untuk analisis kualitatif. Metode ini mempunyai kelebihan antara lain instrument dapat digunakan pada suhu tinggi, bentuk dan volume sampel yang fleksibel, serta dapat menentukan suhu reaksi dan suhu transisi sampel (West, 1984).
Prinsip  kerja  DTA  yaitu  apabila  temperatur  sampel  dan  zat  pembanding  dipanaskan  pada  temperatur  konstan  maka  zat  pembanding  akan  mengalami  kanaikan  temperatur  sesuai  dengan  kenaikan  temperatur  yang  mengenainya, sementara  itu  pada  sampel  akan  terjadi  kenaikan  suhu  atau  penurunan  temperatur  pada  batas  tertentu  sesuai  dengan  peristiwa  yang  terjadi  pada  sampel. Jika  perubahan  pada  sampel  telah  sempurna  maka  temperatur  sampel  akan  konstan  kembali , seiring  dengan  zat  pembandingnya.
Ketika  peristiwa  yang  terjadi  adalah  eksotermal , maka  panas  akan  dilepaskan  oleh  sampel  sehingga  dalam  sampel  akan  terjadi  kenaikan  temperatur  yang  ditandai  dengan  suatu  puncak  maksimum  pada  kurva  DTA. Sedang  apabila  perubahan  yang  terjadi  pada  sampel  adalah  proses  endotermal  maka  akan  terjadi  penyerapan  panas  oleh  sampel  yang  ditandai  dengan  penurunan  temperatur  dari  sampel  sehingga  kurva  DTA  yang  diperoleh  adalah sebagai puncak minimum (Currel, 1997).
        Termogravimetri analisis atau termal (TGA) adalah jenis pengujian yang dilakukan pada sampel untuk menentukan perubahan berat-susut(weight-loss) dalam kaitannya dengan perubahan suhu. Analisa tersebut bergantung pada tingkat presisi yang tinggi dalam tiga pengukuran: berat, suhu, dan perubahan suhu. Seperti jumlah kehilangan berat-susut(weight-loss) terlihat pada kurva, kurva berat-susut(weight-loss) mungkin memerlukan transformasi sebelum hasilnya dapat ditafsirkan. Kurva derivatif kehilangan berat-susut(weight-loss) dapat digunakan untuk memberitahu titik di mana berat-susut(weight-loss) paling jelas. Mungkin diperlukan Interpretasi terbatas tanpa modifikasi lebih lanjut dan dekonvolusi dari puncak overlapping. TGA umumnya digunakan dalam penelitian dan pengujian untuk menentukan karakteristik bahan seperti polimer, untuk menentukan suhu degradasi, bahan menyerap kadar air, tingkat komponen anorganik dan bahan organik, dekomposisi poin bahan peledak, dan residu pelarut. Hal ini juga sering digunakan untuk memperkirakan kinetika korosi dalam oksidasi suhu tinggi.
        Langkah kedua aliran panas TGA-DTA/DSC simultan dan perubahan berat-susut(weight-loss) (TGA) dalam bahan sebagai fungsi temperatur atau waktu dalam suasana yang terkendali. pengukuran simultan dari dua sifat material tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga menyederhanakan interpretasi hasil. Informasi pelengkap yang diperoleh memungkinkan pembedaan antara peristiwa endotermik dan eksotermik yang tidak memiliki berat susut yang terkait (misalnya, peleburan dan kristalisasi) dan sesuatu yang melibatkan berat susut (misalnya, degradasi) (Sumbono, 2010).

Bagian-bagian Thermogravimetri analizer (TGA)

Thermogravimetri analizer (TGA)
 terdiri dari beberapa bagian, yaitu sensitive analytical balance, Furnace (tungku pembakar), Purge gas system, Microcomputer atau  micro processor.
a.  Balance
 Berbagai jenis desin thermobalance dapat dijumpai secara komersil, jenis-jenisnya berdasarkan pada penyediaan informasi kuantitatif cuplikan dalam range massa, antara 1 mg – 100 g. Jenis balance yang umum  digunakan  adalah  yang  memiliki   range  antara  5-20  mg.  Prinsip  yang   terjadi  adalah  adanya perubahan  massa  cuplikan  menyebabkan  defleksi  pada  beam  yang  terpapar  sorotan  cahaya  antara lampu dan satu atau dua fotodioda. Ketidaksetimbangan pada fotodioda diamplifikasi dan masuk pada bagian  E,  dimana  bagian   ini  berada  diantara  kutub  dari  magnet  yang  permanent  oleh  F.  Adanya peningkatan  medan  magnet  menyebabkan  beam  kembali  pada  kondisi  awal.  Peningkatan  fotodioda dimonitor  dan  ditransformasi  menjadi   informasi  dalam  bentuk  massa  atau  kehilangan  massa  oleh system akuisisi data.
b.  Furnace
Range   suhu  pada   sebagian  besar   furnace  adalah   sampai  1500oC.  Umumnya   kecepatan   rata-rata pemanasan atau pendinginan pada furnace dapat dipilih antara lebih dari 0oC/menit sampai 200oC/menit. Insulasi  dan  pendinginan  pada  bagian   luar   furnace  dibuat  untuk  menghindari   transfer  panas  pada balance.  Nitrogen  atau  argon  sering  digunakan  untuk  melindungi furnace  dan  menghindari  oksidasi cuplikan.

Penanganan data Thermogravimetri analizer (TGA)
Temperatur yang terekam pada thermogram idealnya merupakan temperatur nyata dari cuplikan. Pada prinsipnya,   temperatur   ini   dapat   dipengaruhi   oleh   adanya   thermocouple   dari   cuplikan, yang disebabkan   karena dekomposisi katalitik dari cuplikan, kontaminasi cuplikan, kesalahan   pada pengukuran  massa.   Konsekuensinya   adalah   temperatur   yang   terekam   umumnya   diukur   dengan thermocouple kecil yang   berada pada tempat cuplikan. Temperatur yang terekam akan menyimpang dari temperatur cuplikan sebenarnya. Thermobalance  modern  biasanya  menggunakan  control   temperatur   terkomputerisasi  yang   secara otomatis mengkomparasi tegangan keluaran dari thermocouple dengan table tegangan vs temperatur yang  tersimpan  dalam  Read  Only  Memory  (ROM).  Mikro  computer  menggunakan  perbedaan  antara temperatur dari thermocouple dan temperatur yang terspesifikasi dalam ROM untuk menyesuaikan tegangan  dengan  pemanas.  Dengan  demikian  memungkinkan   adanya   kesesuaian   antara  program spesifikasi temperatur dan temperatur cuplikan.

Kalibrasi Thermogravimetri analizer (TGA)
Kalibrasi merupakan hal yang penting dalam analisis menggunkan alat instrumen dalam laboratorium. TGA yang merupakan alat instrument dalam  laboratorium juga harus dikalibrasi untuk dapat menghasilkan hasil yang baik. Cara terbaik adalah untuk memeriksa kalibrasi TGA secara berkala. Kalibrasi TGA dapat dilakukan dengan memperhatikan sifat dari sampel yang diujikan. Jika menjalankan sampel yang relatif bersih dan tidak melapisi tungku atau tungku tabung, maka dianjurkan untuk memeriksa harian, mingguan, atau lainnya. Kalibrasi dapat dilakukan jika TGA dirubah rentang suhunya, mengubah gas pembersihan, dan jika alat akan dipindahkan atau direratakan. Kalibrasi TGA dapat dilakukan dengan cara melakukan restore defaults pada alat. Kemudian papan kesetimbangan dikosongkan, nol keseimbangan, dan tempat kalibrasi berat yang disediakan instrument dalam papan sampel. Setelah papan kesetimbangan diatur beratnya, kemudian dilakukan pengaturan pada tungku dan suhu.
Tembaga adalah logam berdaya hantar listrik tinggi, maka dipakai sebagai kabel listrik. Tembaga tidak larut dalam asam yang bukan pengoksidasi tetapi tembaga teroksidasi oleh HNO3. Bentuk pentahidrat yang lazim terhidratnya, yaitu kehilangan empat molekul airnya pada 100o C dan kelima-lima molekul air pada suhu 150o C. Pada 650oC, tembaga (II) sulfat mengurai menjadi tembaga (II) oksidasi (CuO), sulfur dioksida (SO2) dan oksigen (Sugiarto, 2003).
                    Bahan uji kristal CuSO4.5H2O dipanaskan dengan TG-DTA sampai suhu 1000ºC, dengan kecepatan pemanasan 100°C/menit, bahan tersebut mengalami peristiwa pengurangan air (dehidrasi) dan peruraian (dekomposisi). Peristiwa peruraian terjadi karena adanya pelepasan air yang terikat sebagai air kristal, dan peruraian serbuk CuSO4 menjadi CuO serta SO2 dan O2 dalam bentuk gas, akibat dari peristiwa tersebut secara bertahap menyebabkan terjadinya penurunan berat dan akan membutuhkan sejumlah panas (Sutri, et al., 2008).


 IV.            CARA KERJA
1)      Menyalakan alat power supply dan pemutar air
2)      Menyalakan STA
3)      Melihat layar TG an suhu
4)      Menaikkan turnance
5)      Memasang krus kosong, reference dan sampel
6)      Mengamati layar TG ± (-80) – (-90)
7)      Melakukan pengaturan timbangan
8)      Menyalakan komputer dan menyambungkan ke instrument
9)      Menjalankan program STA pada desktop
10)  Mengamati layar TG (total massa kurs)
11)  Menimbang sampel 6,446 mg
12)  Memasang kuts yang berisi sampel yang akan di uji ke sensor
13)  Melakukan setting program STA
14)  Memilih data TG-DTA
15)  Mengamati zero file sudah diatur kemudian menjadikan koreksi baseline
16)  Melakukan pengaturan T 400ºC, isi speed= 50 (deg/min dan max)
17)  Memasukkan speed dan max T (actual value dan change)
18)  Menimbang sampel dan menolkan alat
19)  Mengamati alat siap running sampel
20)  Klik start dan melanjutkan
21)  Mengamati grafik yang dihasilkan dan mengusahakan tidak banyak getaran karena STA sensitif terhadap getaran

    V.            Hasil Percobaan dan Pembahasan
A. Hasil Percobaan
        Diperoleh spektra DTA-TGA terlampir

B. Pembahasan
            Pada percobaan ini bertujuan untuk mempelajari analisa termal menggunakan DTA-TGA, menentukan perubahan berat dan dekomposisi hidrat yang terkandung dalam suatu senyawa kompleks, serta mengetahui sifat-sifat spesifik (fenomena) suatu senyawa kompleks yang terjadi akibat pemanasan. Senyawa kompleks yang dianalisa adalah Cu ranitidine.
Prinsip  kerja  DTA  yaitu  apabila  temperatur  sampel  dan  zat  pembanding  dipanaskan  pada  temperatur  konstan  maka  zat  pembanding  akan  mengalami  kanaikan  temperatur  sesuai  dengan  kenaikan  temperatur  yang  mengenainya, sementara  itu  pada  sampel  akan  terjadi  kenaikan  suhu  atau  penurunan  temperatur  pada  batas  tertentu  sesuai  dengan  peristiwa  yang  terjadi  pada  sampel. Jika  perubahan  pada  sampel  telah  sempurna  maka  temperatur  sampel  akan  konstan  kembali, seiring  dengan  zat  pembandingnya. Sedangkan, prinsip dari TGA yaitu mengukur kecepatan rata-rata perubahan massa suatu bahan/cuplikan sebagai fungsi dari suhu atau waktu pada atmosfer yang terkontrol. Pada TGA pengukuran digunakan untuk menentukan komposisi dari suatu bahan atau cuplikan dan untuk memperkirakan stabilitas termal pada suhu diatas 1000 ͦ C. Metode ini dapat mengkarakterisasi suatu bahan atau cuplikan yang dilihat dari kehilangan massa atau terjadinya dekomposisi, oksidasi atau dehidrasi.
             Dari hasil percobaan diperoleh spektra DTA/TGA diketahui pada suhu ±100 ͦC terjadi dekomposisi H2O dimana sampel Cu menyerap panas atau kalor  yang ditandai adanya puncak minimum. Hal ini disebut proses endotermal.
            Selain itu, dari spektra TG/DTA diketahui adanya weight-loss (berat susut) dimulai pada suhu 27 ͦ C terus mengalami penurunan sedikit demi sedikit hingga pada suhu ± 220 ͦ C. Adanya penurunan weight-loss menjadi sekitar 86 % sehingga jumlah weight lossnya sekitar ±14% dari berat semula. Adanya penurunan weight ini karena terjadinya dekomposisi dari ranitidine yang tersimpan di dalam sampel. Selain itu, adanya proses yang eksotermal pada suhu ±220 ͦC ditermogram DTA. Ketika  peristiwa  yang  terjadi  adalah  eksotermal, maka  panas  akan  dilepaskan  oleh  sampel  sehingga  dalam  sampel  akan  terjadi  kenaikan  temperatur  yang  ditandai  dengan  suatu  puncak  maksimum  pada  kurva  DTA. Sedangkan  apabila  perubahan  yang  terjadi  pada  sampel  adalah  proses  endotermal  maka  akan  terjadi  penyerapan  panas  oleh  sampel  yang  ditandai  dengan  penurunan  temperatur  dari  sampel  sehingga  kurva  DTA  yang  diperoleh  adalah sebagai puncak minimum. Pada termogram DTA mempunyai puncak yang eksotermal, dimana pada proses ini sampel Cu ranitidine melepaskan panas yang  menyebabkan temperatur naik. Hal ini ditandai dengan adanya puncak maksimum pada suhu tersebut. Pada saat terjadinya dekomposisi ranitidine dari logam Cu, maka secara bersamaan sampel pasti akan menyerap ataupun melepas kalor yang ditandai dengan puncak maksimum maupun puncak minimum. Pada suhu 220 ͦ C terjadi dekomposisi ranitidine dimana dalam termogram TGA dan secara bersamaan terjadi juga puncak maksimum pada termogram DTA yang berarti bahwa saat terjadinya dekomposisi rantidine dari sampel  Cu akan melepaskan panas.

 VI.            Kesimpulan
1.      Prinsip  kerja  DTA  yaitu  apabila  temperatur  sampel  dan  zat  pembanding  dipanaskan  pada  temperatur  konstan  maka  zat  pembanding  akan  mengalami  kanaikan  temperatur  sesuai  dengan  kenaikan  temperatur  yang  mengenainya, sementara  itu  pada  sampel  akan  terjadi  kenaikan  suhu  atau  penurunan  temperatur  pada  batas  tertentu  sesuai  dengan  peristiwa  yang  terjadi  pada  sampel. Jika  perubahan  pada  sampel  telah  sempurna  maka  temperatur  sampel  akan  konstan  kembali, seiring  dengan  zat  pembandingnya. Sedangkan, prinsip dari TGA yaitu mengukur kecepatan rata-rata perubahan massa suatu bahan/cupllikan sebagai fungsi dari suhu atau waktu pada atmosfer yang terkontrol.
2.      Adanya analisis termal dapat mengidentifikasi terjadinya fenomena-fenomena tertentu dengan menghubungkan fungsi temperatur terhadap sifat kimia maupun fisik.
3.      Pada suhu ±100 ͦC terjadi dekomposisi H2O dimana sampel Cu menyerap panas atau kalor yang ditandai adanya puncak minimum (proses endoterm). Sedangkan ranidinite terdekomposisi pada suhu ±220 ͦC hingga mengalami penurunan berat (weight-loss) sebesar ±14% dimana sampel melepas kalor ditandai dengan adanya puncak maksimum (proses ekosterm).

VII.            Daftar Pustaka
Bannec, RJ. 1972. The Australian Science Teachers Journal vol.18 no.4. page 79-82
Currel, 1997.Principles of Thermal Analysis TG, DSC, STA. NETZSCH Instruments hal : 117
Harney West, 1984.Ewing’s Analytical Instrumentation Handbook 3rd Edition :Chapter 15. Newyork: Marcel Dekker
                          Indaryati, Sutri, Iis Haryati, Yanlinastuti, 2008, Uji Fungsi Alat Thermal Gravimetri   Differential Thermal Analysis, Prosiding Seminar Pengelolaan Perangkat Nuklir, Batan.
Sugiarto, Kristian H., 2003, Dasar-Dasar Kimia Anorganik II, Yogyakarta: Jica

Sumbono, Aung. 2010. Thermogravimetric Analysis. Palembang: Universitas Sriwijaya

VIII.            Lampiran
Spektra DTA-TGA Cu ranitidine

                    Mengetahui,                                                                     Surakarta, 4 Juni 2013
                    Asisten Pembimbing                                                                    Praktikan


                        Wahru                                                                              Nurul Fatmawati


2 komentar:

  1. apakah alat uji DTA bisa untuk mengetahui nilai dr Koefisien thermal expansion, thermal conductivity, dan kapasitas panasnya?

    BalasHapus
  2. misal saya punya sampel awal 51 mg, dan data TG yang terekam dari menit2 awal itu -0.01 mg s.d 13.8 mg, apakah ini menunjukkan bahwa massa yang hilang haya 13.8 mg?sementara 37 mg berupa abu?TG/DTA (dari temperatur 90 s.d 950C, Heating rate 20 C/min)

    BalasHapus