Bab I Pendahuluan
- Latar BelakangPancasila selalu dikukuhkan
dalam kehidupan konstitusional, pancasila yang menjadi pegangan bersama pada
saat-saat terjadinya krisis nasional dan ancaman ttterhadap eksistensinya
bangsa dan negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara yang mampu
mempersatukan seluruh rakyat Indonesia dan telah tertanam dalam kalbu rakyat. Manusia sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial maka manusia harus sadar kehendak dan sadar
hukum. Pergaulan hidup antara manusia
memerlukan pengaturan agar terdapat tata tertib demi kelangsungan hidup manusia
itu sendiri agar terhindar dari benturan-benturan dan tindakan negatif ke arah
tersebut. Pengaturan pergaulan hidup manusia terdapat dalam hukum. Untuk itulah
dalam suatu negara pelu ditegakkannya hukum agar tercipta masyarakat yang
menjunjung tinggi hukum, tercipta negara
yang kondusif dan aman. Hukum adalah alat untuk menyelenggarakan ketertiban
(kehidupan negara) dan kesejahteraan sosial. Sejak reformasi hingga saat ini,
sering terdengar istilah supremasi hukum. Maksud dari supremasi hukum ini
adalah upaya yang dilakukan untuk menegakkan hukum dan keadilan dalam kehidupan
bernegara. Akan tetapi sampai sekarang banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan
terhadap hukum. Penyimpangan ini dari
yang kecil dan penyimpangan besar, seolah-olah sekarang terlihat seperti hal
yang wajar bahkan mungkin telah dianggap sebagai sesuatu yang tidak melanggar
norma dan hukum yang berlaku. Penyimpangan itu seperti tidak diindahkannya
rambu lalu lintas sehingga dari penyimpangan hukum yang kecil ini dapat
menyebabkan kesemrawutan lalu lintas yang seharusnya dapat berjalan dengan
lancar dan mungkin dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Contoh lain, yakni
kasus korupsi dan suap (KKN) yang dilakukan oleh para pejabat, tidak hanya
pejabat ditingkat pusat, KKN juga dilakukan oleh pejabat ditingkat daerah. Penyimpangan
hukum ini tergolong sebagai kasus penyimpangan yang besar karena merugikan
negara dan rakyat menjadi menderita karena penyimpangan tersebut. Hak yang
seharusnya diperuntukkan oleh rakyat
disalahgunakan oleh pejabat. Oleh karena itu diperlukan adanya supremasi
hukum untuk memperbaiki dan mempertahankan peraturan perundangan di Indonesia
agar tatanan kehidupan bermasyarakat tidak
kacau (chaos). Supremasi hukum haruslah
dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya, dan ditegakkan dengan tegas oleh
setiap warga negara. Apabila setiap warga negara mempunyai kesadaran akan hak
dan kewajibannya dalam mempertahankan dan melaksanakan supremasi hukum di
Indonesia maka kestabilan dan cita-cita maupun tujuan pembangunan dan negara
dapat tercapai. Dalam
sistem demokrasi kekuasaan tertinggi terletak pada rakyat, maka agar
pelaksanaan kekuasaan itu tidak menyimpang dari undang-undang , hukum harus
menjadi yang tertinggi. Kekuasaan tunduk kepada hukum bukan sebaliknya hukum
tunduk kepada kekuasaan karena apabila kekuasaan tunduk kepada hukum maka
kekuasaan dapat membatalkan atau mengubah hukum dan hukum dijadikan alat untuk
membenarkan kekuasaan. Apabila terjadi hal yang demikian, segala tindakan
penguasa dapat dibenarkan oleh hukum walaupun melanggar peraturan dan hak-hak
asasi manusia. Oleh karena itu, hukum tidak boleh menjadi alat tetapi tujuan
untuk melindungi kepentingan rakyat.
- Teori
etis, mengatakan bahwa hukum itu semata-mata menghendaki keadilan. Isi
hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai apa
yang adil dan apa yang tidak adil.
- Geny,
mengatakan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan.
Sebagai unsur keadilan, ada kepentingan daya guna dan
kemanfaatan.(Budiyanto: 2004)
Pengertian
hak, kewajiban dan supremasi hukum
Hak
adalah sesuatu yang dimiliki, didapat dan ada pada setiap orang serta tidak
dapat diganggu gugat. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Antara hak dan kewajiban harus
berjalan seimbang. Hak dan kewajiban sebagai warga negara telah diatur dalam
undang-undang dasar dan dalam pelaksanaannya kewajiban dilaksanakan terlebih
dahulu barulah seseorang akan menuntut haknya.
Dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara setiap orang memiliki hak asasi atau hak
dasar atau hak pokok yang bersifat universal artinya hak dasar ini dimiliki
oleh setiap manusia dan tidak dapat dipisahkan dari pribadi siapapun, dari mana
pun, dan kapan pun manusia itu berada. Dengan demikian setiap orang dijamin hak
asasinya sekaligus dituntut kewajibannya, yaitu menghormati hak asasi orang
lain. Menghargai persamaan kedudukan warga negara merupakan bentuk penghormatan
kepada hak asasi manusia dan hukum.
Untuk mewujudkan sikap penghargaan terhadap persamaan kedudukan warga
negara maka perlu dikembangkan nilai-nilai pluralisme (kemajemukan) sehingga
akan melahirkan sikap kesetaraan dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Nilai-nilai pluralisme di sini adalah nilai-nilai yang ingin menghapus
sekat-sekat primodialisme dalam pola dan proses interaksi sosial manusia dalam
kehidupannya. Masyarakat majemuk adalah masyarakat dimana sejumlah etnis dan
golongan hidup secara berdampingan yang sebagian besar berbeda satu dengan yang
lain. Sedangkan primodialisme adalah pengelompokkan manusia didasarkan pada
ikatan sempit, seperti agama, suku, ras atau kedaerahan.
Kesetaraan
diartikan sebagai adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara.
Kesetaraan memberi tempat bagi setiap warga negara tanpa membedakan etnis,
bahasa, daerah maupun agama. Nilai ini diperlukan bagi masyarakat heterogen
seperti Indonesia yang sangat multi-etnis, multi-bahasa, multi-daerah,
multi-agama. Sikap dan tingkah laku yang
diharapkan adalah kesadaran bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan dengan harkat
dan martabat sama, oleh karena itu setiap orang harus saling hormat
menghormati. Kita sadar bahwa kita mempunyai hak dan kewajiban sebagai warga
negara yang sama, yaitu tidak membeda-bedakan suku dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, tidak membeda-bedakan keturunan, kepercayaan, jenis
kelamin maupun kedudukan sosial. Heterogenitas masyarakat Indonesia seringkali
mengundang masalah, khususnya bila terjadi miskomunikasi antarkelompok yang kemudian
berkembang luas jadi konflik, misalnya konflik Ambon, Poso dan Maluku merupakan
cermin belum dihayatinya nilai-nilai pluralisme dan kesetaraan antara warga
negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konflik tersebut juga merupakan
suatu hal nyata dari lemahnya penegakan / supremasi hukum di Indonesia.
Supremasi
berasal dari kata supreme sesuatu hal yang tertinggi. Supremasi hukum sendiri
diartikan sebagai upaya untuk memberikan jaminan dan menegakkan keadilan,
kemanan dan kestabilan bangsa dan negara. Menurut pasal 1 ayat 3 Undang-undang
dasar 1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Kewajiban
hukum warga negara Indonesia tertuang dalam pasal 27 ayat 1 yang menyatakan
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya”. Dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara sering digunakan istilah supremasi hukum.
Supremasi hukum berdasarkan atas keadilan, kemanfaatan dan kepatian. Keadilan dalam hukum harus diposisikan secara netral,
artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa
kecuali. Hal ini sesuai dengan undang-undang dasar 1945 pasal 27 ayat 1.
Upaya penegakan hukum dan perundangan ada kaitannya dengan supremasi hukum. Penegakan hukum yang sdilakukan dengan baik dan efektif merupakan salah satu tolak ukur untuk
keberhasilan suatu negara dalam upaya mengangkat harkat dan martabat bangsanya
di bidang hukum terutama dalam memberikan perlindungan hukum terhadap warganya.
Sebaliknya
pengakan hukum yang tidak berjalan sebagaimana mestinya merupakan indikator
bahwa negara yang bersangkutan belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan
hukum kepada warganya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penegakan hukum dapat dibedakan dalam dua hal, yaitu faktor-faktor yang
terdapat di dalam sistem hukum dan faktor-faktor di luar sistem hukum.
Tata
urutan supremasi hukum (supremacy of law) menurut Undang-undang Dasar 1945
yaitu:
1. Undang-undang
dasar 1945.
2. Ketetapan
MPR.
3. Undang-undang,
peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
4. Peraturan
pemerintah.
5. Keputusan
presiden.
6. Peraturan-peraturan
pelaksana lainnya, seperti:
·
Peraturan menteri.
·
Instruksi menteri, dll.
Dari
urutan di atas jelas bahwa peraturan dan keputusan yang dibuat oleh menteri
atau presiden yang tidak sejalan dengan Undang-undang harus diubah dan diganti
dengan peraturan yang lebih sesuai untuk menghindarkan adanya suatu tanggapan
yang seolah-olah melanggar hukum / abuse of power. Dalam batang tubuh undang-undang dasar 1945
dijelaskan bahwa Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak atas kekuasaan belaka
(machtsstaat). Menurut uraian tersebut, undang-undang 1945 baik secara tersirat
maupun tersurat menghendaki tegaknya supremasi hukum.
Dalam
negara hukum kedudukan warga negara
adalah sama, tidak ada bedanya di muka hukum. Kedudukan para pejabat pemerintah
pun juga sama dimata hukum karena hukum dibuat oleh rakyat dan untuk rakyat,
dan pemerintah pun juga rakyat akan tetapi yang membedakan hanya fungsinya
yaitu sebagai fungsi pengatur dan yang diatur dimana undang-undang sebagai
pedomannya. Diantara keduanya tidak boleh melanggar peraturan melainkan
sama-sama mematuhi dan melaksanakannya. Untuk itu penting adanya kesadaran
hukum bagi seluruh warga negara. Hukum tidak membedakan presiden, menteri dan
rakyat biasa. Siapa saja dapat dituntut dimuka pengadilan apabila tidak
mengetahui dan melanggar hukum yang berlaku baik hukum pidana maupun hukum
perdata. Apabila tidak ada persamaan dimuka hukum maka orang yang mempunyai
kekuatan dan kekuasaan akan mempunyai kekebalan hukum.
Hak
dan Kewajiban Warga Negara dan Penduduk
Undang-undang
dasar 1945 mengatur hak dan kewajiban warga negara dan penduduk, yang meliputi
hak dan kewajiban sebagai warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tertulis, jaminan negara terhadap kemerdekaan penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu. Juga hak dan
kewajiban warga negara dalam pembelaan negara, hak untuk mendapat pengajaran
dan hak-hak lainnya yang diatur dalam perundangan.
Kaitan
antara hak dan kewajiban setiap warga negara Indonesia antara lain:
1. Bahwa
setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran maka setiap
warga negara mempunyai kewajiban belajar.
2. Bahwa
setiap warga negara berhak memiliki kebebasan dan setiap warga negara
berkewajiban mengeluarkan suara dengan dilandasi rasa tanggung jawab.
3. Bahwa
setiap warga negara berhak memiliki sesuatu dan manfaat sesuatu itu dan setiap
warga negara mempunyai kewajiban membayar pajak.
4. Bahwa
setiap warga negara berhak untuk merasa aman dan setiap warga negara
berkewajiban menjaga keamanan.
5. Bahwa
setiap warga negara berhak untuk mendapatkan perlindungan dan setiap warga
negara berkewajiban membela negara.
6. Bahwa
setiap warga negara berhak mendapatkan perlakuan yang sama dan setiap warga
negara berkewajiban tunduk dan taat menjalankan segala aturan negara.
Pengertian
hukum
a. Prof.
Mr. EM.Meyers, hukum adalah hukuman yakni semua peraturan yang mengandung
pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat
dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan
tugasnya.
b. S.M.
Amin S.H, kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan
sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum adalah mengadakan
ketatatertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
c. Leon
Duguit, hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang
daya penggunanya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai
jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi
bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
Unsur-unsur
hukum meliputi:
a. Peraturan
tentang tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
b. Peraturan
diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
c. Peraturan
bersifat memaksa.
d. Sanksi
terhadap pelanggaran peraturan bersifat tegas.
Sifat
hukum
a. Mengatur
artinya hukum sebagai pedoman dalam pergaulan hidup agar tercipta ketertiban
dalam masyarakat.
b. Memaksa
artinya memaksa orang untuk menaati aturan-aturan dalam masyarakat dengan
memberikan sanksi bagi pelanggarnya.
Unsur-unsur
yang menurut ilmu hukum sesuai alenia keempat Pembukaan UUD 1945 merupakan
syarat wajib adanya suatu tertib hukum di Indonesia, yaitu suatu kebulatan dari
keseluruhan peraturan-peraturan hukum.
Adapun
syarat-syarat tertib hukum yang dimaksud adalah:
1. Adanya
kesatuan subjek, yaitu penguasa yang mengadakan peraturan hukum. Hal ini
terpenuhi dengan adanya suatu
pemerintahan negara republik Indonesia tercantum dalam pembukaan undang-undang
dasar 1945 alenia IV.
2. Adanya
kesatuan asas kerohanian, yang merupakan suatu dasar dari keseluruhan
peraturan-peraturan hukum, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum. Hal
ini terpenuhi oleh adanya dasar filsafat negara Pancasila sebagaimana tercantum
dalam alenia IV Pembukaan UUD 1945.
3. Adanya
kesatuan daerah dimana seluruh peraturan-peraturan hukum itu berlaku. Hal ini
terpenuhi oleh kalimat seluruh tumpah darah Indonesia sebagaimana tercantum
dalam alenia IV Pembukaan UUD 1945.
4. Adanya
kesatuan waktu, dimana seluruh peraturan-peraturan hukum ituberlaku. Hal ini
terpenuhi dengan kalimat pada alenia IV Pembukaan UUD 1945, “...maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia”.hal ini menunjukkan saat mulai berdirinya negara Republik Indonesia
yang disertai dengan suatu tertib hukum
sampai seterusnya selama kelangsungan hidup negara Republik Indonesia.
Sikap
penegakan hukum sebagai usaha kekuatan bangsa menjadi kewajiban kolektif semua
komponen bangsa antara lain:
a. Aparatur
negara seperti polisi, hakim dan jaksa yang dalam dunia hukum disebut the three
musketers (tiga pendekar hukum), yang mempunyai fungsi penegakan dan
sifat-sifat berbeda akan tetapi bermuara pada terciptanya hukum yang adil,
tertib dan bermanfaat bagi masyarakat. Polisi menjadi pengatur dan pelaksana
penegakan hukum , hakim sebagai pemutus
hukum yang adil, sedangkan jaksa adalah institusi penuntutan negaara bagi para
pelanggar hukum yang diajukan polisi.
b. Pengacara
yang memiliki fungsi advokasi dan mediasi bagi masyarakat baik yang bekerja
secara individual ataupun kolektif melalui lembaga-lembaga bantuan hukum yang
menjadi penuntun masyarakat yang awam hukum agar dalam proses peradilan tetap
diperlakukan sebagai manusia yang memiliki kehormatan, hak dan kewajiban
sehingga putusan hakim akan mengacu pada kebenaran, keadilan yang dilandasi penghormatan manusia atas manusia.
c. Para
eksekutif yang memiliki beraneka fungsi dan tugas kewajiban sampai pada
penyelenggara yang memiliki kekuasaan politik (legislatif).
d. Masyarakat
pengguna jasa hukum untuk mencari keadilan jangan sampai mendorong
penyalahgunaan hukum seperti: menyuap aparat.
(tim
MGMP PKn Kota Surakarta:2010)
Usaha
untuk mempertahankan supremasi hukum nasional Indonesia:
1. Diadakan
sosialisasi akan pentingnya supremasi hukum kepada masyarakat.
2. Setiap
orang mengaplikasi supremasi hukum dengan cara menaati dan menerapkan kesadaran
hukum.
3. Bagi
setiap pelanggar supremasi hukum ditindak dan dihukum dengan tegas.
4. Aparat
penegak hukum harus dibina dan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan dengan
semestinya.
5. Berani
membela kebenaran dan jujur misalnya: tidak mau disuap dengan alasan apapun.
6. Setiap
warga negara harus melaksanakan, mengembangkan dan menjaga konstitusi maupun
peraturan / hukum lainnya.
7. Setiap
warga negara memiliki kewajiban untuk menjaga pelaksanaan supremasi hukum.
Bagi
masyarakat atau warga negara sikap yang baik dalam menjaga pelaksanaan
supremasi hukum adalah mendorong
berfungsinya demokrasi konstitusional yang sehat. Tidak ada demokrasi tanpa
aturan hukum dan konstitusi. Tanpa konstitusi, demokrasi akan menjadi
anarki. Adapun cara menjaga pelaksanaan
supremasi hukum sebagai berikut:
1. Menciptakan
kultur taat hukum yang sehat dan aktif (culture of law).
2. Ikut
mendorong proses pembuatan hukum yang aspiratif (process of law making).
3. Mendukung
pembuatan materi-materi hukum yang responsif (content of law).
4. Ikut
menciptakan aparat penegak hukum yang jujur dan bertanggung jawab (structure of
law).
Pemerintah haruslah bijak dan tidak membeda-bedakan
warga negara dimata hukum. Baik itu seorang pejabat ataupun rakyat biasa.
Kebijakan, perlakuan atau tindakan khusus yang bersifat sementara dan
dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan yang sah. Hal ini dimaksudkan
untuk menyetarakan tingkat perkembangan kelompok tertentu yang pernah mengalami
perlakuan diskriminasi dengan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, dan
perlakuan khusus sebagaimana ditentukan dalam ayat 1 pasal ini, tidak
termasuk dalam pengertian diskriminasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1
ayat 13. Setiap warga negara memiliki tanggung jawab kepada negara dan
mendapatkan jaminan perlindungan hukum yang sama.
Tanggung jawab dan kewajiban
asasi warga negara antara lain:
a. Setiap orang wajib menghormati hak asasi
manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
b. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,
setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang
dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak
dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan keadilan sesuai dengan
nilai-nilai agama, moralitas dan kesusilaan, keamanan dan ketertiban umum
dalam masyarakat yang demokratis.
c. Negara bertanggung jawab atas perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia.
d. Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia,
dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen dan tidak
memihak yang pembentukan, susunan dan kedudukannya diatur dengan
undang-undang.
\
Hak
mendapatkan persamaan dalam bidang hukum dan pemerintahan, misalnya:
1.
Hak mendapatkan perlakuan yang sama
dalam bidang hukum.
2.
Hak mendapatkan perlindungan hukum.
3.
Hak mendapatkan kewarganegaraan.
4.
Hak untuk tidak diperlakukan secara
diskriminasi.
5.
Hak untuk tidak dituntut untuk kedua
kali dalam kasus yang sama dalam suatu peradilan pidana.
6.
Hak mendapatkan kesamaan untuk menduduki
jabatan dipemerintahan.
7.
Hak mendapatkan kesamaan untuk turut
serta dalam pemerintahan.
8.
Hak untuk mengajukan atau mengadukan
kepada pemerintah dalam rangka pemerintahan yang bersih dari KKN.
Hak mendapatkan perlakuan yang sama
dalam peradilan, misalnya:
1.
Hak mendapatkan pengadilan yang efektif.
2.
Hak untuk tidak ditahan, ditangkap atau
diasingkan secara sewenang-wenang.
3.
Hak mendapatkan pengacara dalam suatu
kasus pidana.
4.
Hak untuk dianggap tidak bersalah bagi
terdakwa sebelum terbukti kesalahannya di pengadilan.
5.
Hak untuk mendapatkan keadilan.
Sedangkan kewajiban warga negara
menurut Undang-undang dasar 1945 antara lain:
1.
Pasal 23A: membayar pajak.
2.
Pasal 27 ayat 1: kewajiban menaatio
hukum dan pemerintah.
3.
Pasal 27 ayat 3: kewajiban pembelaan
negara.
4.
Pasal 28J ayat 1: kewajiban menghormati
hak asasi manusia orang lain
5.
Pasal 28J ayat 2: hak tunduk pada
pembatasan undang-undang dalam menjalankan hak asasi manusia.
6.
Pasal 30 ayat 1: kewajiban ikut dalam
upaya pertahanan keamanan negara.
7.
Pasal 31 ayat 2: kewajiban untuk
mengikuti pendidikan dasar.
Ketentuan-ketentuan yang
memberikan jaminan konstitusional terhadap hak-hak asasi manusia itu sangat penting dan bahkan dianggap
merupakan salah satu ciri pokok dianutnya prinsip negara hukum di suatu negara.
Namun di samping hak-hak asasi manusia, harus pula dipahami bahwa setiap orang
memiliki kewajiban dan tanggungjawab yang juga bersifat asasi. Setiap orang,
selama hidupnya sejak sebelum kelahiran, memiliki hak dan kewajiban yang
hakiki sebagai manusia. Pembentukan negara dan pemerintahan, untuk alasan
apapun, tidak boleh menghilangkan prinsip hak dan kewajiban yang disandang
oleh setiap manusia. Karena itu, jaminan hak dan kewajiban itu tidak ditentukan
oleh kedudukan orang sebagai warga suatu negara. Setiap orang di manapun ia
berada harus dijamin hak-hak dasarnya. Pada saat yang bersamaan, setiap orang
di manapun ia berada, juga wajib menjunjung tinggi hak-hak asasi orang lain
sebagaimana mestinya. Keseimbangan kesadaran akan adanya hak dan kewajiban
asasi ini merupakan ciri penting pandangan dasar bangsa Indonesia mengenai
manusia dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
(Jimly Asshiddiqie:2005)
Kewajiban
warga negara menurut Undang-undang no.39 tahun 1999 antara lain:
1.
Kewajiban patuh
terhadap undang-undang, hukum dasar tertulis, hukum internasional mengenai HAM.
2.
Kewajiban
membela negara.
3.
Kewajiban
menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika dan tata tertib
kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.
4.
Kewajiban tunduk
pada pembatasan undang-undang dalam melaksanakan hak asasi manusia.
(Sukarna.1981.Sistim Politik.Bandung:Alumni)
Supremasi Hukum di Era Orde Baru dan Reformasi
Supremasi
hukum merupakan suatu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan yang dimaksud adalah keadilan yang netral, artinya setiap orang
memiliki kedudukan dan perlakuan yang sama tanpa terkecuali. Orde Baru dipimpin
oleh Soeharto. Perkembangan politik pada masa orde baru adalah dengan
menegakkan supremasi hukum. Penegakkan supremasi hukum ini dengan tekad untuk melaksanakan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. Sistem politik dan
pemerintahan orde baru telah menciptakan kestabilan pemerintahan. Akan tetapi,
pemerintahan orde baru lama-lama menjurus pada upaya dominasi satu partai
pendukung kekuasaan, sehingga selama 32 tahun negara Indonesia hanya dikuasai
satu partai yang sama dan kepala negara selalu dipegang oleh Presiden Soeharto.
Hal ini jelas melanggar supremasi hukum di Indonesia. Akan tetapi penyimpangan
dan penyelewengan ini tidak ditindak oleh seorang pun dan dibiarkan terus menerus. Pada masa ini seseorang bisa kebal
dari hukum apabila mempunyai kekuasaan dan uang. Tuduhan ini bukan tanpa bukti,
banyak kasus-kasus pelanggaran hukum serius yang lambat penanganannya karena
tersangka utamanya merupakan para penguasa rezim Orde baru. Kasus-kasus itu,
antara lain:
1.
Kasus kejahatan kemanusiaan pada tahun 1965-1966.
2.
Kasus penyerangan kantor DPP PDI 27 Juli 1996.
3.
Kasus penjarahan toko-toko milik warga Tionghoa.
4.
Kasus korupsi Jamsostek.
Hal yang
sama juga terjadi pada era Reformasi, masa yang seharusnya segalam sesuatu yang
buruk telah diperbaiki. Namun, pada kenyataannya untuk keadilan di bidang hukum
belum juga tercipta. Salah satunya adalah Amandemen Kedua UUD 1945 Pasal 28I
ayat (1) : “Bahwasanya seseorang tidak dapat dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut.” Dari sedikit petikan bunyi pasal tersebut, dalam ilmu hukum
dinamakan prinsip hukum non-retroaktif. Prinsip tersebut bersumber dari asas
legalitas von Feuerbach :”tidak ada tindak pidana, tanpa adanya peraturan yang
mengancam pidana lebih dulu.” Seperti yang tercantum dalam pasal 1 KUHP kita.
Masalah yang muncul apakah prinsip tersebut juga berlaku untuk kejahatan berat?
Sebab dalam pasal tersebut tidak membedakan tindak pidana biasa dengan tindak
kejahatan kemanusiaan seperti tindak pelanggaran HAM berat. Merujuk pada
penjelasan RUU Pengadilan HAM bahwa pelanggaran HAM berat bukan merupakan
pelanggaran terhadap KUHP. Sehingga prinsip non-retroaktif perundang-undangan
tidak berlaku pada kejahatan kemanusiaan. Meskipun dalam RUU Pengadilan HAM
pasal 37 memberlakukan retroaktif perundangan-undangan terhadap kejahatan
kemanusiaan, tetap saja RUU tersebut akan gugur karena bertentangan dengan
Pasal 28I ayat (1). Karena sistem hierarki di Indonesia tidak membolehkan hukum
yang lebih rendah tingkatannya bertentangan dengan yang lebih tinggi.
Akan tetapi,
pada era ini juga sudah banyak pejabat yang disidangkan karena kasus korupsi,
walaupun mereka benar-benar bersalah hanya beberapa saja yang masuk penjara.
Ternyata hal ini terjadi penyebabnya tidak lain adalah mau disuapnya aparat
penegak hukum, khususnya kejaksaan.
Dari
fakta-fakta yang terungkap di atas menunjukan bahwa supremasi hukum pada era
Orba sampai era Reformasi belum terwujud. Hal ini terjadi karena sumber hukum
dan aparat penegak hukum belum siap mewujudkan keadilan di bidang hukum.
C. Hubungan Antara Supremasi Hukum, Demokrasi dan HAM
Supremasi hukum telah mati seiring dengan
berjalannya sistem demokrasi di Indonesia. Hal yang paling mendasari adalah
besarnya pergesekan kekuatan kepentingan kekuasaan dari beberapa titik pemegang
kekuasaan negara. Dalam pelaksanaan demokrasi sangat diperlukan adanya
supremasi hukum yaitu menjunjung tinggi peraturan–peraturan yang berlaku untuk
mengembangkan budaya hukum disemua lapisan masyarakat demi terciptanya kesadaran
hukum dan kepatuhan hukum. Selain daripada itu juga diperlukan sistem
pemerintahan yang demokrasi yaitu sistem pemerintahan yang mengutamakan
kepentingan rakyat yaitu adanya asas dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat. Terakhir adalah HAM (Hak Asasi Manusia), hal ini sangat penting
terhadap pelaksanaan supremasi hukum karena berkaitan dengan hak dasar manusia
sebagai mahluk Tuhan. Demikianlah hal–hal yang patut diperhatikan dalam
pelaksanaan supremasi hukum di Indonesia karena sangat sesuai dan patut pula
diperhatikan dalam skala nasional yang bertitik tolak dari UUD 1945 baik
Pembukaan, pasal-pasal beserta penjelasannya.
Hubungan antara negara hukum dan demokrasi dapat
dinyatakan bahwa negara demokrasi pada dasarnya adalah negara hukum. Namun, negara
hukum belum tentu negara demokrasi. Negara hukum hanyalah satu ciri dari negara
demokrasi. Demokrasi baik sebagai bentuk pemerintahan maupun suatu sistem
politik berjalan di atas dan tunduk pada koridor hukum yang disepakati bersama
sebagai aturan main demokrasi. Adapun demokrasi sebagai sikap hidup ditunjukkan
dengan adanya perilaku yang taat pada aturan main yang telah disepakati bersama
pula. Aturan main itu umumnya dituangkan dalam bentuk norma hukum. Dengan
demikian di negara demokrasi, hukum menjadi sangat dibutuhkan sebagi aturan dan
prosedur demokrasi. Tanpa aturan hukum, kebebasan dan kompetisi sebagai ciri
demokrasi akan liar tidak terkendali. Jadi, negara demokrasi sangat membutuhkan
hukum. (Winarno:2007)
Hubungan antara demokrasi dan hukum sangat erat,
dapat dikatakan bahwa kualitas demokrasi suatu negara akan menentukan kualitas
hukumnya. Artinya negara-negara yang demokratis akan melahirkan pula
hukum-hukum yang berwatak demokratis, sedangkan di negara-negara yang otoriter
aatau non demokratis akan lahir hukum-hukum yang non demokratis. (Moh.Mahfud:1999)
Dewasa ini kehidupan ekonomi jauh lebih baik
daripada periode-periode sebelumnya berkat pemerintahan yang kuat dan
otoritarian sesuai dengan pilihan yang telah dilakukan secara sadar sebagai
pecinta hukum. Lahirnya hukum-hukum yang berkarakter responsif tanpa
mengorbankan persatuan dan kesatuan serta kebutuhan ekonomi dapat lahir di
dalam konfigurasi politik yang demokratis untuk melahirkan hukum-hukum yang
renponsif itu, diperlihatkan demokratisasi di dalam kehidupan politik.
Alasan-alasan untuk melakukan demokratisasi ini sudah cukup jika kesadaran
politik masyarakat membaik, Pancasila diterima sebagai satu-satunya asas oleh
orpol dan ormas, dan kehidupan ekonomi masyarakat dan pertumbuhannya sudah
memadai. Dengan modal itu, proses demokratisasi tidak akan mengancam stabilitas
apalagi persatuan kesatuan bangsa. (Moh.Mahfud, 1999:84)
Peranan supremasi hukum,
demokrasi, dan HAM terhadap pelaksanaan pemerintahan sangat penting karena
supremasi hukum harus ada, sebab negara Indonesia adalah negara hukum atau
negara yang sangat menjunjung tinggi hukum ini dapat terlihat juga dari sistem
demokrasi yang dianut negara kita yaitu Republik Konstitusi, maka pemerintahan
juga harus menjunjung tinggi hukum dalam menggunakan wewenangnya. Selain itu,
pemerintah juga harus memperhatikan aspirasi rakyat dalam membuat keputusan
bagi rakyatnya karena bagaimanapun juga negara kita adalah negara yang
kedaulatannya berada di tangan rakyat, jadi keinginan rakyat tidak bisa
dikesampingkan begitu saja oleh pemerintah. Oleh karena itu, badan
eksekutif dan badan legislatif dalam melaksanakan tugasnya tidak bisa bertindak
sewenang–wenang terhadap rakyat yang bisa melanggar atau membatasi HAM dari pada
itu rakyat itu sendiri.
D. Menciptakan Supremasi Hukum yang Ideal
Pada pembahasan sebelumnya
perkembangan penegakan hukum di Indonesia masih jauh dari harapan. Sejak
Indonesia merdeka hingga pemerintahan sekarang masih banyak terdapat
kekurangan-kekurangan maupun penyelewengan hukum dalam mewujudkan negara hukum
di Indonesia. Ini berarti bahwa supremasi hukum belum tercipta di Negara
Indonesia. Penegakan hukum sangat perlu yaitu untuk diarahkan pada pola
pencegahan segala pelanggaran hukum baik yang dilakukan oleh individu dalam
masyarakat ataupun badan hukum. Bukti-bukti nyata yang terjadi dalam
pemerintakan Indonesia, justru pelanggaran hukum banyak dilakukan oleh kalangan
atas, seperti kehakiman, kepolisian dan pejabat-pejabat. Kasus-kasus seperti
korupsi, penyuapan dan bermacam pelanggaran hukum masih sering terjadi.
Artinya, Indonesia adalah negara hukum yang belum sukses mewujudkan supremasi
hukum.
Intregitas kepemimpinan kepolisian,
kejaksaan dan mahkamah agung turut pula dipertanyakan, karena sebagai lembaga
penegak hukum juga ternyata dominan dengan nuansa politik. Ada kemungkinan
niatan yang dilandasi politik akan berujung pada bupaya penegakan hukum, atas
produk hukum yang kemudian tak sekedar kertas bertinta emas tapi pengejawantahan
kehidupan ketertiban hukum agar terpelihara integritas sosial yang melingkupi
masyarakat, pasar dan negara. Bila ini tak
terjawab dengan memuaskan, maka akan menimbulkan rasa miris bagi siapapun yang
mengetahui kondisi ini. Tetapi semuanya hanya tinggal mimpi untuk menerapkan
supremasi hukum di tengah hembusan demokrasi yang didengungkan negara ini,
ataukah masih menyisakan harapan bagi terwujudnya negara hukum.
Keberadaan
hukum merupakan posisi yang unik dan dapat memberikan dampak bagi lingkungan sekitar,
terutama bagi dinamisasi kehidupan masyarakat, antara hukum dengan masyarakat,
penjahat dengan pejabat, orang baik-baik, atasan dan bawahan, seharusnya tidak
ada tirai pembatas. Oleh karena itu, sifat hukum harus dogmatis dan universal.
Beberapa poin
penting untuk bisa mencapai supremasi hukum, bergantung pada bagaimana
pelaksanaan hukum itu sendiri. Ada beberapa pendapat tentang tujuan hukum yang
dapat dijadikan sebagai acuan untuk mencapai supremasi hukum yang ideal.
Beberapa
pendapat di atas menyatakan bahwa tujuan hukum adalah menciptakan keadilan,
maka dengan terciptanya keadilan ini maka supremasi hukum dapat terwujud. Namun, dengan banyaknya penyelewengan hukum di Indonesia dapat dikatakan
bahwa penerapan keadilan belum terwujud.
Untuk dapat mencapai
keadilan hukum, maka penegakan hukum sangat perlu. Hukum dan
perundang-undangan harus berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh terutama
aturan hukum tentang HAM. (Sunarso: 2008)
Dengan adanya
praktik politik, maka hal ini juga berpengaruh pada keadaan hukum di Indonesia.
Pada konfigurasi politik tertentu melahirkan produk hukum dengan karakter
tertentu, yakni konfigurasi politik yang demokratis senantiasa melahirkan
produk hukum yang berkarakter responsif, sedangkan konfigurasi politik yang
otoriter melahirkan produk hukum yang berkarakter konservatif. Karakter
responsif maupun konservatif salah satunya ditandai dalam pembuatan produk hukum yang responsif
menyerap aspirasi masyarakat seluas-luasnya (parsitipatif), sedangkan produk
hukum yang konservatif lebih didominasi lembaga-lembaga negara terutama pihak
eksekutif (sentralistis). (Moh.Mahfud, 1999: 295)
Hukum harus mampu mencerna segala perubahan secara
tenang dan baik-baik. Globalisasi, dunia tanpa pembatas, skenario elit politik,
suksesi, korupsi, kolusi, nepotisme, supremasi hukum, demokratisasi, HAM,
disintergrasi bangsa dan intrik-intrik politik, semuanya harus dihadapi oleh
hukum. Hukum harus mampu secara langsung berhadapan dengan perilaku yang muncul
tersebut. Sehingga hukum berfungsi sebagai alat kontrol masyarakat dengan
segala perundang-undangan yang berlaku dan harus ditaati masyarakat. Dalam menghadapi
perubahan perilaku masyarakat, maka hukum harus dengan cepat beradaptasi dalam
perubahan tersebut. Jika terjadi keterasingan masyarakat terhadap hukum maka
citra terhadap hukum akan menurun, sebagai konsekuensi, maka sangat diperlukan
hukum yang selalu mengikuti konsep, orientasi dan masalah-masalah yang setiap
saat bisa berubah secara cepat. Dengan kata lain, supremasi hukum jangan
dijadikan hanya sebagai simbol dalam suatu pemerintahan. Hukum tidak hanya
merupakan unsur tekstual saja, yang dipandang dari kaca mata Undang-undang.
Namun, hukum merupakan unsur kontekstual yang dapat dilihat dari perspektif
yang lebih luas. Dalam suasana perubahan yang serba cepat ini, perwujudan
supremasi hukum akan memenuhi lebih banyak para pelaksana hukum yang mampu
bertanggung jawab, berdedikasi dan bermoral serta mempunyai intelektual tinggi
yang mampu mengatasi berbagai permasalahan. (http://bataviase.co.id/content/mmbangun-supremasi-hukum)
Hal itulah yang menjadi poin agar supremasi hukum
dapat mencapai standar ideal, unsur-unsur penegak hukum yang seperti itulah
yang dibutuhkan untuk menghadapi segala permasalahan agar supremasi hukum dapat
terwujud dengan cepat.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan makalah ini, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1.
Supremasi hukum adalah upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan.
Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki
kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
2. Keadilan yang netral artinya setiap orang
memiliki kedudukan dan perlakuan yang sama tanpa terkecuali. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku pada era Orde Baru. Beberapa kasus-kasus
pelanggaran hukum serius yang lambat penanganannya karena tersangka utamanya
merupakan para penguasa rezim ORBA. Kasus-kasus itu, antara lain;
a.
Kasus kejahatan kemanusiaan pada tahun 1965-1966.
b.
Kasus penyerangan kantor DPP PDI 27 Juli 1996.
c.
Kasus penjarahan toko-toko milik warga Tionghoa.
d.
Kasus korupsi Jamsostek.
Hal yang sama juga terjadi pada era Reformasi, masa yang seharusnya segala
sesuatu yang buruk telah diperbaiki. Namun, pada kenyataannya untuk
keadilan di bidang hukum belum juga tercipta.
3. Hubungan supremasi hukum, demokrasi, dan HAM
adalah hubungan yang tidak dapat terpisahkan. Supremasi hukum dapat tercipta
jika hukum dilaksanakan dengan berdasar pada keadilan. Negara yang demokratis
akan akan mewujudkan watak hukum yang demokratis. Tanpa aturan hukum, kebebasan
dan kompetisi sebagai ciri demokrasi akan liar tidak terkendali. Dengan adanya
demokrasi, maka Hak Asasi Manusia pun akan dijunjung sebagai wujud negara
demokrasi yang tertib hukum.
4. Untuk mencapai Supremasi yang ideal maka
diperlukan penegakan hukum yaitu
diarahkan pada pola pencegahan segala pelanggaran hukum baik yang dilakukan
oleh individu dalam masyarakat ataupun badan hukum. Guna
perwujudan supremasi hukum yang memenuhi lebih banyak para pelaksana hukum yang
mampu bertanggung jawab, berdedikasi dan bermoral serta mempunyai intelektual
tinggi yang mampu mengatasi berbagai permasalahan.
B. Saran
Berdasarkan
kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran, antara lain:
1. Menindak secara tegas bagi para pelanggar hukum
di semua kalangan, baik yang ada di masyarakat, maupun di kalangan pejabat.
2. Diharapkan seluruh komponen masyarakat di
Indonesia dapat memahami arti serta perlunya hukum serta menerapkan hukum yang
berlaku sehingga dapat ditegakkannya supremasi hukum yang bertujuan keadilan
sosial.
3. Menghindari kasus-kasus penyelewengan hukum