Jumat, 22 Maret 2013

Makalah pKn


Bab I Pendahuluan
- Latar BelakangPancasila selalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional, pancasila yang menjadi pegangan bersama pada saat-saat terjadinya krisis nasional dan ancaman ttterhadap eksistensinya bangsa dan negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara yang mampu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia dan telah tertanam dalam kalbu rakyat. Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial maka manusia harus sadar kehendak dan sadar hukum.  Pergaulan hidup antara manusia memerlukan pengaturan agar terdapat tata tertib demi kelangsungan hidup manusia itu sendiri agar terhindar dari benturan-benturan dan tindakan negatif ke arah tersebut. Pengaturan pergaulan hidup manusia terdapat dalam hukum. Untuk itulah dalam suatu negara pelu ditegakkannya hukum agar tercipta masyarakat yang menjunjung tinggi hukum,  tercipta negara yang kondusif  dan aman.  Hukum  adalah alat untuk menyelenggarakan ketertiban (kehidupan negara) dan kesejahteraan sosial. Sejak reformasi hingga saat ini, sering terdengar istilah supremasi hukum. Maksud dari supremasi hukum ini adalah upaya yang dilakukan untuk menegakkan hukum dan keadilan dalam kehidupan bernegara. Akan tetapi sampai sekarang banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap hukum.  Penyimpangan ini dari yang kecil dan penyimpangan besar, seolah-olah sekarang terlihat seperti hal yang wajar bahkan mungkin telah dianggap sebagai sesuatu yang tidak melanggar norma dan hukum yang berlaku. Penyimpangan itu seperti tidak diindahkannya rambu lalu lintas sehingga dari penyimpangan hukum yang kecil ini dapat menyebabkan kesemrawutan lalu lintas yang seharusnya dapat berjalan dengan lancar dan mungkin dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Contoh lain, yakni kasus korupsi dan suap (KKN) yang dilakukan oleh para pejabat, tidak hanya pejabat ditingkat pusat, KKN juga dilakukan oleh pejabat ditingkat daerah. Penyimpangan hukum ini tergolong sebagai kasus penyimpangan yang besar karena merugikan negara dan rakyat menjadi menderita karena penyimpangan tersebut. Hak yang seharusnya diperuntukkan oleh rakyat  disalahgunakan oleh pejabat. Oleh karena itu diperlukan adanya supremasi hukum untuk memperbaiki dan mempertahankan peraturan perundangan di Indonesia agar tatanan kehidupan  bermasyarakat tidak kacau (chaos).  Supremasi hukum haruslah dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya, dan ditegakkan dengan tegas oleh setiap warga negara. Apabila setiap warga negara mempunyai kesadaran akan hak dan kewajibannya dalam mempertahankan dan melaksanakan supremasi hukum di Indonesia maka kestabilan dan cita-cita maupun tujuan pembangunan dan negara dapat tercapai. Dalam sistem demokrasi kekuasaan tertinggi terletak pada rakyat, maka agar pelaksanaan kekuasaan itu tidak menyimpang dari undang-undang , hukum harus menjadi yang tertinggi. Kekuasaan tunduk kepada hukum bukan sebaliknya hukum tunduk kepada kekuasaan karena apabila kekuasaan tunduk kepada hukum maka kekuasaan dapat membatalkan atau mengubah hukum dan hukum dijadikan alat untuk membenarkan kekuasaan. Apabila terjadi hal yang demikian, segala tindakan penguasa dapat dibenarkan oleh hukum walaupun melanggar peraturan dan hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu, hukum tidak boleh menjadi alat tetapi tujuan untuk melindungi kepentingan rakyat.
  1. Teori etis, mengatakan bahwa hukum itu semata-mata menghendaki keadilan. Isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil.
  1. Geny, mengatakan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Sebagai unsur keadilan, ada kepentingan daya guna dan kemanfaatan.(Budiyanto: 2004)

Pengertian hak, kewajiban dan supremasi hukum
Hak adalah sesuatu yang dimiliki, didapat dan ada pada setiap orang serta tidak dapat diganggu gugat. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Antara hak dan kewajiban harus berjalan seimbang. Hak dan kewajiban sebagai warga negara telah diatur dalam undang-undang dasar dan dalam pelaksanaannya kewajiban dilaksanakan terlebih dahulu barulah seseorang akan menuntut  haknya.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara setiap orang memiliki hak asasi atau hak dasar atau hak pokok yang bersifat universal artinya hak dasar ini dimiliki oleh setiap manusia dan tidak dapat dipisahkan dari pribadi siapapun, dari mana pun, dan kapan pun manusia itu berada. Dengan demikian setiap orang dijamin hak asasinya sekaligus dituntut kewajibannya, yaitu menghormati hak asasi orang lain. Menghargai persamaan kedudukan warga negara merupakan bentuk penghormatan kepada hak asasi manusia dan hukum.  Untuk mewujudkan sikap penghargaan terhadap persamaan kedudukan warga negara maka perlu dikembangkan nilai-nilai pluralisme (kemajemukan) sehingga akan melahirkan sikap kesetaraan dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Nilai-nilai pluralisme di sini adalah nilai-nilai yang ingin menghapus sekat-sekat primodialisme dalam pola dan proses interaksi sosial manusia dalam kehidupannya. Masyarakat majemuk adalah masyarakat dimana sejumlah etnis dan golongan hidup secara berdampingan yang sebagian besar berbeda satu dengan yang lain. Sedangkan primodialisme adalah pengelompokkan manusia didasarkan pada ikatan sempit, seperti agama, suku, ras atau kedaerahan.
Kesetaraan diartikan sebagai adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara. Kesetaraan memberi tempat bagi setiap warga negara tanpa membedakan etnis, bahasa, daerah maupun agama. Nilai ini diperlukan bagi masyarakat heterogen seperti Indonesia yang sangat multi-etnis, multi-bahasa, multi-daerah, multi-agama.  Sikap dan tingkah laku yang diharapkan adalah kesadaran bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan dengan harkat dan martabat sama, oleh karena itu setiap orang harus saling hormat menghormati. Kita sadar bahwa kita mempunyai hak dan kewajiban sebagai warga negara yang sama, yaitu tidak membeda-bedakan suku dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tidak membeda-bedakan keturunan, kepercayaan, jenis kelamin maupun kedudukan sosial. Heterogenitas masyarakat Indonesia seringkali mengundang masalah, khususnya bila terjadi miskomunikasi antarkelompok yang kemudian berkembang luas jadi konflik, misalnya konflik Ambon, Poso dan Maluku merupakan cermin belum dihayatinya nilai-nilai pluralisme dan kesetaraan antara warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konflik tersebut juga merupakan suatu hal nyata dari lemahnya penegakan / supremasi hukum di Indonesia.
Supremasi berasal dari kata supreme sesuatu hal yang tertinggi. Supremasi hukum sendiri diartikan sebagai upaya untuk memberikan jaminan dan menegakkan keadilan, kemanan dan kestabilan bangsa dan negara. Menurut pasal 1 ayat 3 Undang-undang dasar 1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Kewajiban hukum warga negara Indonesia tertuang dalam pasal 27 ayat 1 yang menyatakan “Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum  dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.  Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sering digunakan istilah supremasi hukum. Supremasi hukum berdasarkan atas keadilan, kemanfaatan dan kepatian. Keadilan dalam hukum harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali. Hal ini sesuai dengan undang-undang dasar 1945 pasal 27 ayat 1.
          Upaya penegakan hukum dan  perundangan ada kaitannya dengan supremasi hukum. Penegakan hukum yang sdilakukan dengan baik dan efektif merupakan salah satu tolak ukur untuk keberhasilan suatu negara dalam upaya mengangkat harkat dan martabat bangsanya di bidang hukum terutama dalam memberikan perlindungan hukum terhadap warganya. Sebaliknya pengakan hukum yang tidak berjalan sebagaimana mestinya merupakan indikator bahwa negara yang bersangkutan belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan hukum kepada warganya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dapat dibedakan dalam dua hal, yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam sistem hukum dan faktor-faktor di luar sistem hukum.

Tata urutan supremasi hukum (supremacy of law) menurut Undang-undang Dasar 1945 yaitu:
1.      Undang-undang dasar 1945.
2.      Ketetapan MPR.
3.      Undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
4.      Peraturan pemerintah.
5.      Keputusan presiden.
6.      Peraturan-peraturan pelaksana lainnya, seperti:
·         Peraturan menteri.
·         Instruksi menteri, dll.
Dari urutan di atas jelas bahwa peraturan dan keputusan yang dibuat oleh menteri atau presiden yang tidak sejalan dengan Undang-undang harus diubah dan diganti dengan peraturan yang lebih sesuai untuk menghindarkan adanya suatu tanggapan yang seolah-olah melanggar hukum / abuse of power.  Dalam batang tubuh undang-undang dasar 1945 dijelaskan bahwa Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum  (rechtsstaat), tidak atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Menurut uraian tersebut, undang-undang 1945 baik secara tersirat maupun tersurat menghendaki tegaknya supremasi hukum.
Dalam negara hukum  kedudukan warga negara adalah sama, tidak ada bedanya di muka hukum. Kedudukan para pejabat pemerintah pun juga sama dimata hukum karena hukum dibuat oleh rakyat dan untuk rakyat, dan pemerintah pun juga rakyat akan tetapi yang membedakan hanya fungsinya yaitu sebagai fungsi pengatur dan yang diatur dimana undang-undang sebagai pedomannya. Diantara keduanya tidak boleh melanggar peraturan melainkan sama-sama mematuhi dan melaksanakannya. Untuk itu penting adanya kesadaran hukum bagi seluruh warga negara. Hukum tidak membedakan presiden, menteri dan rakyat biasa. Siapa saja dapat dituntut dimuka pengadilan apabila tidak mengetahui dan melanggar hukum yang berlaku baik hukum pidana maupun hukum perdata. Apabila tidak ada persamaan dimuka hukum maka orang yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan akan mempunyai kekebalan hukum.
Hak dan Kewajiban Warga Negara dan Penduduk
Undang-undang dasar 1945 mengatur hak dan kewajiban warga negara dan penduduk, yang meliputi hak dan kewajiban sebagai warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul,  mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tertulis, jaminan negara terhadap kemerdekaan penduduk  untuk  memeluk  agamanya masing-masing dan untuk beribadat  menurut  agamanya dan kepercayaan itu. Juga hak dan kewajiban warga negara dalam pembelaan negara, hak untuk mendapat pengajaran dan hak-hak lainnya yang diatur dalam perundangan.
Kaitan antara hak dan kewajiban setiap warga negara Indonesia antara lain:
1.      Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran maka setiap warga negara mempunyai kewajiban belajar.
2.      Bahwa setiap warga negara berhak memiliki kebebasan dan setiap warga negara berkewajiban mengeluarkan suara dengan dilandasi rasa tanggung jawab.
3.      Bahwa setiap warga negara berhak memiliki sesuatu dan manfaat sesuatu itu dan setiap warga negara mempunyai kewajiban membayar pajak.
4.      Bahwa setiap warga negara berhak untuk merasa aman dan setiap warga negara berkewajiban menjaga keamanan.
5.      Bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan perlindungan dan setiap warga negara berkewajiban membela negara.
6.      Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan perlakuan yang sama dan setiap warga negara berkewajiban tunduk dan taat menjalankan segala aturan negara.
Pengertian hukum
a.       Prof. Mr. EM.Meyers, hukum adalah hukuman yakni semua peraturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
b.      S.M. Amin S.H, kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamanan  dan ketertiban terpelihara.
c.       Leon Duguit, hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunanya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
Unsur-unsur hukum  meliputi:
a.       Peraturan tentang tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
b.      Peraturan diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
c.       Peraturan bersifat memaksa.
d.      Sanksi terhadap pelanggaran peraturan bersifat tegas.
Sifat hukum
a.       Mengatur artinya hukum sebagai pedoman dalam pergaulan hidup agar tercipta ketertiban dalam masyarakat.
b.      Memaksa artinya memaksa orang untuk menaati aturan-aturan dalam masyarakat dengan memberikan sanksi bagi pelanggarnya.
Unsur-unsur yang menurut ilmu hukum sesuai alenia keempat Pembukaan UUD 1945 merupakan syarat wajib adanya suatu tertib hukum di Indonesia, yaitu suatu kebulatan dari keseluruhan peraturan-peraturan hukum.
Adapun syarat-syarat tertib hukum yang dimaksud adalah:
1.      Adanya kesatuan subjek, yaitu penguasa yang mengadakan peraturan hukum. Hal ini terpenuhi dengan  adanya suatu pemerintahan negara republik Indonesia tercantum dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 alenia IV.
2.      Adanya kesatuan asas kerohanian, yang merupakan suatu dasar dari keseluruhan peraturan-peraturan hukum, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum. Hal ini terpenuhi oleh adanya dasar filsafat negara Pancasila sebagaimana tercantum dalam alenia IV Pembukaan UUD 1945.
3.      Adanya kesatuan daerah dimana seluruh peraturan-peraturan hukum itu berlaku. Hal ini terpenuhi oleh kalimat seluruh tumpah darah Indonesia sebagaimana tercantum dalam alenia IV Pembukaan UUD 1945.
4.      Adanya kesatuan waktu, dimana seluruh peraturan-peraturan hukum ituberlaku. Hal ini terpenuhi dengan kalimat pada alenia IV Pembukaan UUD 1945, “...maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”.hal ini menunjukkan saat mulai berdirinya negara Republik Indonesia yang disertai dengan suatu tertib hukum  sampai seterusnya selama kelangsungan hidup negara Republik Indonesia.



Sikap penegakan hukum sebagai usaha kekuatan bangsa menjadi kewajiban kolektif semua komponen bangsa antara lain:
a.       Aparatur negara seperti polisi, hakim dan jaksa yang dalam dunia hukum disebut the three musketers (tiga pendekar hukum), yang mempunyai fungsi penegakan dan sifat-sifat berbeda akan tetapi bermuara pada terciptanya hukum yang adil, tertib dan bermanfaat bagi masyarakat. Polisi menjadi pengatur dan pelaksana penegakan  hukum , hakim sebagai pemutus hukum yang adil, sedangkan jaksa adalah institusi penuntutan negaara bagi para pelanggar hukum yang diajukan polisi.
b.      Pengacara yang memiliki fungsi advokasi dan mediasi bagi masyarakat baik yang bekerja secara individual ataupun kolektif melalui lembaga-lembaga bantuan hukum yang menjadi penuntun masyarakat yang awam hukum agar dalam proses peradilan tetap diperlakukan sebagai manusia yang memiliki kehormatan, hak dan kewajiban sehingga putusan hakim akan mengacu pada kebenaran, keadilan yang  dilandasi penghormatan manusia atas manusia.
c.       Para eksekutif yang memiliki beraneka fungsi dan tugas kewajiban sampai pada penyelenggara yang memiliki kekuasaan politik (legislatif).
d.      Masyarakat pengguna jasa hukum untuk mencari keadilan jangan sampai mendorong penyalahgunaan hukum seperti: menyuap aparat.
(tim MGMP PKn Kota Surakarta:2010)

Usaha untuk mempertahankan supremasi hukum nasional Indonesia:
1.      Diadakan sosialisasi akan pentingnya supremasi hukum kepada masyarakat.
2.      Setiap orang mengaplikasi supremasi hukum dengan cara menaati dan menerapkan kesadaran hukum.
3.      Bagi setiap pelanggar supremasi hukum ditindak dan dihukum dengan tegas.
4.      Aparat penegak hukum harus dibina dan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan dengan semestinya.
5.      Berani membela kebenaran dan jujur misalnya: tidak mau disuap dengan alasan apapun.
6.      Setiap warga negara harus melaksanakan, mengembangkan dan menjaga konstitusi maupun peraturan / hukum lainnya.
7.      Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk menjaga pelaksanaan supremasi hukum.
Bagi masyarakat atau warga negara sikap yang baik dalam menjaga pelaksanaan supremasi hukum  adalah mendorong berfungsinya demokrasi konstitusional yang sehat. Tidak ada demokrasi tanpa aturan hukum dan konstitusi. Tanpa konstitusi, demokrasi akan menjadi anarki.  Adapun cara menjaga pelaksanaan supremasi hukum sebagai berikut:
1.      Menciptakan kultur taat hukum yang sehat dan aktif (culture of law).
2.      Ikut mendorong proses pembuatan hukum yang aspiratif (process of law making).
3.      Mendukung pembuatan materi-materi hukum yang responsif (content of law).
4.      Ikut menciptakan aparat penegak hukum yang jujur dan bertanggung jawab (structure of law).
Pemerintah haruslah bijak dan tidak membeda-bedakan warga negara dimata hukum. Baik itu seorang pejabat ataupun rakyat biasa. Kebijakan, perlakuan atau tindakan khusus yang ber­sifat sementara dan dituangkan dalam peraturan per­undangan-un­dangan yang sah. Hal ini dimaksudkan un­tuk menyetarakan tingkat perkembangan kelom­pok tertentu yang pernah me­nga­lami perlakuan dis­krimi­nasi dengan kelompok-kelompok lain dalam masya­rakat, dan perlakuan khusus sebagaimana di­ten­tukan dalam ayat 1 pasal ini, tidak termasuk dalam pe­nger­tian diskriminasi sebagaimana ditentu­kan dalam Pasal 1 ayat 13. Setiap warga negara memiliki tanggung jawab kepada negara dan mendapatkan jaminan perlindungan hukum yang sama.

Tanggung jawab dan kewajiban asasi warga negara antara lain:
a.    Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
b.   Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang dite­tap­kan oleh undang-undang dengan maksud semata-ma­ta untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk meme­nuhi tuntutan keadilan sesuai dengan nilai-nilai aga­ma, moralitas dan kesusilaan, keamanan dan keter­tib­an umum dalam masyarakat yang demokratis.
c.    Negara bertanggung jawab atas perlindungan, pema­juan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak asasi ma­nusia.
d.   Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia, dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen dan tidak memihak yang pem­bentukan, susunan dan kedu­dukannya diatur dengan undang-undang.
\    
Hak mendapatkan persamaan dalam bidang hukum dan pemerintahan, misalnya:
1.        Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam bidang hukum.
2.        Hak mendapatkan perlindungan hukum.
3.        Hak mendapatkan kewarganegaraan.
4.        Hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminasi.
5.        Hak untuk tidak dituntut untuk kedua kali dalam kasus yang sama dalam suatu peradilan pidana.
6.        Hak mendapatkan kesamaan untuk menduduki jabatan dipemerintahan.
7.        Hak mendapatkan kesamaan untuk turut serta dalam pemerintahan.
8.        Hak untuk mengajukan atau mengadukan kepada pemerintah dalam rangka pemerintahan yang bersih dari KKN.

Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam peradilan, misalnya:
1.        Hak mendapatkan pengadilan yang efektif.
2.        Hak untuk tidak ditahan, ditangkap atau diasingkan secara sewenang-wenang.
3.        Hak mendapatkan pengacara dalam suatu kasus pidana.
4.        Hak untuk dianggap tidak bersalah bagi terdakwa sebelum terbukti kesalahannya di pengadilan.
5.        Hak untuk mendapatkan keadilan.

Sedangkan kewajiban warga negara menurut Undang-undang dasar 1945 antara lain:
1.        Pasal 23A: membayar pajak.
2.        Pasal 27 ayat 1: kewajiban menaatio hukum dan pemerintah.
3.        Pasal 27 ayat 3: kewajiban pembelaan negara.
4.        Pasal 28J ayat 1: kewajiban menghormati hak asasi manusia orang lain
5.        Pasal 28J ayat 2: hak tunduk pada pembatasan undang-undang dalam menjalankan hak asasi manusia.
6.        Pasal 30 ayat 1: kewajiban ikut dalam upaya pertahanan keamanan negara.
7.        Pasal 31 ayat 2: kewajiban untuk mengikuti pendidikan dasar.



Ketentuan-ketentuan yang memberikan jaminan konsti­tusional terhadap hak-hak asasi manusia itu sangat penting dan bahkan diang­gap merupakan salah satu ciri pokok dianutnya prinsip negara hukum di suatu negara. Namun di samping hak-hak asasi manusia, harus pula dipa­hami bahwa setiap orang memiliki kewajiban dan tanggung­jawab yang juga bersifat asasi. Setiap orang, selama hidup­nya sejak sebe­lum kelahiran, memiliki hak dan kewajiban yang hakiki seba­gai manusia. Pembentukan negara dan pemerin­tahan, untuk alas­­an apapun, tidak boleh menghilangkan prinsip hak dan kewa­jiban yang disandang oleh setiap ma­nu­sia. Karena itu, jaminan hak dan kewajiban itu tidak diten­tukan oleh kedu­dukan orang sebagai warga suatu negara. Setiap orang di ma­na­pun ia berada harus dija­min hak-hak dasarnya. Pada saat yang bersamaan, setiap orang di manapun ia berada, juga wajib menjunjung tinggi hak-hak asasi orang lain sebagai­mana mestinya. Keseim­bangan kesadaran akan ada­nya hak dan kewajiban asasi ini merupakan ciri penting pan­dangan dasar bangsa Indonesia mengenai manusia dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
        
 (Jimly Asshiddiqie:2005)
Kewajiban warga negara menurut Undang-undang no.39 tahun 1999 antara lain:
1.      Kewajiban patuh terhadap undang-undang, hukum dasar tertulis, hukum internasional mengenai HAM.
2.      Kewajiban membela negara.
3.      Kewajiban menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika dan tata tertib kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.
4.      Kewajiban tunduk pada pembatasan undang-undang dalam melaksanakan hak asasi manusia.

(Sukarna.1981.Sistim Politik.Bandung:Alumni)

Supremasi Hukum di Era Orde Baru dan Reformasi
Supremasi hukum merupakan suatu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan yang dimaksud adalah keadilan yang netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan yang sama tanpa terkecuali. Orde Baru dipimpin oleh Soeharto. Perkembangan politik pada masa orde baru adalah dengan menegakkan supremasi hukum. Penegakkan supremasi hukum ini  dengan tekad untuk melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. Sistem politik dan pemerintahan orde baru telah menciptakan kestabilan pemerintahan. Akan tetapi, pemerintahan orde baru lama-lama menjurus pada upaya dominasi satu partai pendukung kekuasaan, sehingga selama 32 tahun negara Indonesia hanya dikuasai satu partai yang sama dan kepala negara selalu dipegang oleh Presiden Soeharto. Hal ini jelas melanggar supremasi hukum di Indonesia. Akan tetapi penyimpangan dan penyelewengan ini tidak ditindak oleh seorang pun dan dibiarkan terus  menerus. Pada masa ini seseorang bisa kebal dari hukum apabila mempunyai kekuasaan dan uang. Tuduhan ini bukan tanpa bukti, banyak kasus-kasus pelanggaran hukum serius yang lambat penanganannya karena tersangka utamanya merupakan para penguasa rezim Orde baru. Kasus-kasus itu, antara lain:
1.      Kasus kejahatan kemanusiaan pada tahun 1965-1966.
2.      Kasus penyerangan kantor DPP PDI 27 Juli 1996.
3.      Kasus penjarahan toko-toko milik warga Tionghoa.
4.      Kasus korupsi Jamsostek.
Hal yang sama juga terjadi pada era Reformasi, masa yang seharusnya segalam sesuatu yang buruk telah diperbaiki. Namun, pada kenyataannya untuk keadilan di bidang hukum belum juga tercipta. Salah satunya adalah Amandemen Kedua UUD 1945 Pasal 28I ayat (1) : “Bahwasanya seseorang tidak dapat dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.” Dari sedikit petikan bunyi pasal tersebut, dalam ilmu hukum dinamakan prinsip hukum non-retroaktif. Prinsip tersebut bersumber dari asas legalitas von Feuerbach :”tidak ada tindak pidana, tanpa adanya peraturan yang mengancam pidana lebih dulu.” Seperti yang tercantum dalam pasal 1 KUHP kita. Masalah yang muncul apakah prinsip tersebut juga berlaku untuk kejahatan berat? Sebab dalam pasal tersebut tidak membedakan tindak pidana biasa dengan tindak kejahatan kemanusiaan seperti tindak pelanggaran HAM berat. Merujuk pada penjelasan RUU Pengadilan HAM bahwa pelanggaran HAM berat bukan merupakan pelanggaran terhadap KUHP. Sehingga prinsip non-retroaktif perundang-undangan tidak berlaku pada kejahatan kemanusiaan. Meskipun dalam RUU Pengadilan HAM pasal 37 memberlakukan retroaktif perundangan-undangan terhadap kejahatan kemanusiaan, tetap saja RUU tersebut akan gugur karena bertentangan dengan Pasal 28I ayat (1). Karena sistem hierarki di Indonesia tidak membolehkan hukum yang lebih rendah tingkatannya bertentangan dengan yang lebih tinggi.  
Akan tetapi, pada era ini juga sudah banyak pejabat yang disidangkan karena kasus korupsi, walaupun mereka benar-benar bersalah hanya beberapa saja yang masuk penjara. Ternyata hal ini terjadi penyebabnya tidak lain adalah mau disuapnya aparat penegak hukum, khususnya kejaksaan.
Dari fakta-fakta yang terungkap di atas menunjukan bahwa supremasi hukum pada era Orba sampai era Reformasi belum terwujud. Hal ini terjadi karena sumber hukum dan aparat penegak hukum belum siap mewujudkan keadilan di bidang hukum.

C. Hubungan Antara Supremasi Hukum, Demokrasi dan  HAM
Supremasi hukum telah mati seiring dengan berjalannya sistem demokrasi di Indonesia. Hal yang paling mendasari adalah besarnya pergesekan kekuatan kepentingan kekuasaan dari beberapa titik pemegang kekuasaan negara. Dalam pelaksanaan demokrasi sangat diperlukan adanya supremasi hukum yaitu menjunjung tinggi peraturan–peraturan yang berlaku untuk mengembangkan budaya hukum disemua lapisan masyarakat demi terciptanya kesadaran hukum dan kepatuhan hukum. Selain daripada itu juga diperlukan sistem pemerintahan yang demokrasi yaitu sistem pemerintahan yang mengutamakan kepentingan rakyat yaitu adanya asas dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Terakhir adalah HAM (Hak Asasi Manusia), hal ini sangat penting terhadap pelaksanaan supremasi hukum karena berkaitan dengan hak dasar manusia sebagai mahluk Tuhan. Demikianlah hal–hal yang patut diperhatikan dalam pelaksanaan supremasi hukum di Indonesia karena sangat sesuai dan patut pula diperhatikan dalam skala nasional yang bertitik tolak dari UUD 1945 baik Pembukaan, pasal-pasal beserta penjelasannya.
Hubungan antara negara hukum dan demokrasi dapat dinyatakan bahwa negara demokrasi pada dasarnya adalah negara hukum. Namun, negara hukum belum tentu negara demokrasi. Negara hukum hanyalah satu ciri dari negara demokrasi. Demokrasi baik sebagai bentuk pemerintahan maupun suatu sistem politik berjalan di atas dan tunduk pada koridor hukum yang disepakati bersama sebagai aturan main demokrasi. Adapun demokrasi sebagai sikap hidup ditunjukkan dengan adanya perilaku yang taat pada aturan main yang telah disepakati bersama pula. Aturan main itu umumnya dituangkan dalam bentuk norma hukum. Dengan demikian di negara demokrasi, hukum menjadi sangat dibutuhkan sebagi aturan dan prosedur demokrasi. Tanpa aturan hukum, kebebasan dan kompetisi sebagai ciri demokrasi akan liar tidak terkendali. Jadi, negara demokrasi sangat membutuhkan hukum. (Winarno:2007)
Hubungan antara demokrasi dan hukum sangat erat, dapat dikatakan bahwa kualitas demokrasi suatu negara akan menentukan kualitas hukumnya. Artinya negara-negara yang demokratis akan melahirkan pula hukum-hukum yang berwatak demokratis, sedangkan di negara-negara yang otoriter aatau non demokratis akan lahir hukum-hukum yang non demokratis.  (Moh.Mahfud:1999)
Dewasa ini kehidupan ekonomi jauh lebih baik daripada periode-periode sebelumnya berkat pemerintahan yang kuat dan otoritarian sesuai dengan pilihan yang telah dilakukan secara sadar sebagai pecinta hukum. Lahirnya hukum-hukum yang berkarakter responsif tanpa mengorbankan persatuan dan kesatuan serta kebutuhan ekonomi dapat lahir di dalam konfigurasi politik yang demokratis untuk melahirkan hukum-hukum yang renponsif itu, diperlihatkan demokratisasi di dalam kehidupan politik. Alasan-alasan untuk melakukan demokratisasi ini sudah cukup jika kesadaran politik masyarakat membaik, Pancasila diterima sebagai satu-satunya asas oleh orpol dan ormas, dan kehidupan ekonomi masyarakat dan pertumbuhannya sudah memadai. Dengan modal itu, proses demokratisasi tidak akan mengancam stabilitas apalagi persatuan kesatuan bangsa. (Moh.Mahfud, 1999:84)
             Peranan supremasi hukum, demokrasi, dan HAM terhadap pelaksanaan pemerintahan sangat penting karena supremasi hukum harus ada,  sebab  negara Indonesia adalah negara hukum atau negara yang sangat menjunjung tinggi hukum ini dapat terlihat juga dari sistem demokrasi yang dianut negara kita yaitu Republik Konstitusi, maka pemerintahan juga harus menjunjung tinggi hukum dalam menggunakan wewenangnya. Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan aspirasi rakyat dalam membuat keputusan bagi rakyatnya karena bagaimanapun juga negara kita adalah negara yang kedaulatannya berada di tangan rakyat, jadi keinginan rakyat tidak bisa dikesampingkan begitu saja oleh pemerintah. Oleh karena itu, badan eksekutif dan badan legislatif dalam melaksanakan tugasnya tidak bisa bertindak sewenang–wenang terhadap rakyat yang bisa melanggar atau membatasi HAM dari pada itu rakyat itu sendiri.
D. Menciptakan Supremasi Hukum yang Ideal
           Pada pembahasan sebelumnya perkembangan penegakan hukum di Indonesia masih jauh dari harapan. Sejak Indonesia merdeka hingga pemerintahan sekarang masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan maupun penyelewengan hukum dalam mewujudkan negara hukum di Indonesia. Ini berarti bahwa supremasi hukum belum tercipta di Negara Indonesia. Penegakan hukum sangat perlu yaitu untuk diarahkan pada pola pencegahan segala pelanggaran hukum baik yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat ataupun badan hukum. Bukti-bukti nyata yang terjadi dalam pemerintakan Indonesia, justru pelanggaran hukum banyak dilakukan oleh kalangan atas, seperti kehakiman, kepolisian dan pejabat-pejabat. Kasus-kasus seperti korupsi, penyuapan dan bermacam pelanggaran hukum masih sering terjadi. Artinya, Indonesia adalah negara hukum yang belum sukses mewujudkan supremasi hukum.
           Intregitas kepemimpinan kepolisian, kejaksaan dan mahkamah agung turut pula dipertanyakan, karena sebagai lembaga penegak hukum juga ternyata dominan dengan nuansa politik. Ada kemungkinan niatan yang dilandasi politik akan berujung pada bupaya penegakan hukum, atas produk hukum yang kemudian tak sekedar kertas bertinta emas tapi pengejawantahan kehidupan ketertiban hukum agar terpelihara integritas sosial yang melingkupi masyarakat, pasar dan negara. Bila ini tak terjawab dengan memuaskan, maka akan menimbulkan rasa miris bagi siapapun yang mengetahui kondisi ini. Tetapi semuanya hanya tinggal mimpi untuk menerapkan supremasi hukum di tengah hembusan demokrasi yang didengungkan negara ini, ataukah masih menyisakan harapan bagi terwujudnya negara hukum.
Keberadaan hukum merupakan posisi yang unik dan dapat memberikan dampak bagi lingkungan sekitar, terutama bagi dinamisasi kehidupan masyarakat, antara hukum dengan masyarakat, penjahat dengan pejabat, orang baik-baik, atasan dan bawahan, seharusnya tidak ada tirai pembatas. Oleh karena itu, sifat hukum harus dogmatis dan universal.
Beberapa poin penting untuk bisa mencapai supremasi hukum, bergantung pada bagaimana pelaksanaan hukum itu sendiri. Ada beberapa pendapat tentang tujuan hukum yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk mencapai supremasi hukum yang ideal.
           Beberapa pendapat di atas menyatakan bahwa tujuan hukum adalah menciptakan keadilan, maka dengan terciptanya keadilan ini maka supremasi hukum dapat terwujud. Namun, dengan banyaknya penyelewengan hukum di Indonesia dapat dikatakan bahwa penerapan keadilan belum terwujud.
          Untuk dapat mencapai keadilan hukum, maka penegakan hukum sangat perlu. Hukum dan perundang-undangan harus berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh terutama aturan hukum tentang HAM. (Sunarso: 2008)
Dengan adanya praktik politik, maka hal ini juga berpengaruh pada keadaan hukum di Indonesia. Pada konfigurasi politik tertentu melahirkan produk hukum dengan karakter tertentu, yakni konfigurasi politik yang demokratis senantiasa melahirkan produk hukum yang berkarakter responsif, sedangkan konfigurasi politik yang otoriter melahirkan produk hukum yang berkarakter konservatif. Karakter responsif maupun konservatif salah satunya ditandai  dalam pembuatan produk hukum yang responsif menyerap aspirasi masyarakat seluas-luasnya (parsitipatif), sedangkan produk hukum yang konservatif lebih didominasi lembaga-lembaga negara terutama pihak eksekutif (sentralistis). (Moh.Mahfud, 1999: 295)
Hukum harus mampu mencerna segala perubahan secara tenang dan baik-baik. Globalisasi, dunia tanpa pembatas, skenario elit politik, suksesi, korupsi, kolusi, nepotisme, supremasi hukum, demokratisasi, HAM, disintergrasi bangsa dan intrik-intrik politik, semuanya harus dihadapi oleh hukum. Hukum harus mampu secara langsung berhadapan dengan perilaku yang muncul tersebut. Sehingga hukum berfungsi sebagai alat kontrol masyarakat dengan segala perundang-undangan yang berlaku dan harus ditaati masyarakat. Dalam menghadapi perubahan perilaku masyarakat, maka hukum harus dengan cepat beradaptasi dalam perubahan tersebut. Jika terjadi keterasingan masyarakat terhadap hukum maka citra terhadap hukum akan menurun, sebagai konsekuensi, maka sangat diperlukan hukum yang selalu mengikuti konsep, orientasi dan masalah-masalah yang setiap saat bisa berubah secara cepat. Dengan kata lain, supremasi hukum jangan dijadikan hanya sebagai simbol dalam suatu pemerintahan. Hukum tidak hanya merupakan unsur tekstual saja, yang dipandang dari kaca mata Undang-undang. Namun, hukum merupakan unsur kontekstual yang dapat dilihat dari perspektif yang lebih luas. Dalam suasana perubahan yang serba cepat ini, perwujudan supremasi hukum akan memenuhi lebih banyak para pelaksana hukum yang mampu bertanggung jawab, berdedikasi dan bermoral serta mempunyai intelektual tinggi yang mampu mengatasi berbagai permasalahan. (http://bataviase.co.id/content/mmbangun-supremasi-hukum)
Hal itulah yang menjadi poin agar supremasi hukum dapat mencapai standar ideal, unsur-unsur penegak hukum yang seperti itulah yang dibutuhkan untuk menghadapi segala permasalahan agar supremasi hukum dapat terwujud dengan cepat.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.   Supremasi hukum adalah upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
 2. Keadilan yang netral artinya setiap orang memiliki  kedudukan dan perlakuan   yang sama tanpa terkecuali. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku pada era Orde Baru. Beberapa kasus-kasus pelanggaran hukum serius yang lambat penanganannya karena tersangka utamanya merupakan para penguasa rezim ORBA. Kasus-kasus itu, antara lain;
a.       Kasus kejahatan kemanusiaan pada tahun 1965-1966.
b.      Kasus penyerangan kantor DPP PDI 27 Juli 1996.
c.       Kasus penjarahan toko-toko milik warga Tionghoa.
d.      Kasus korupsi Jamsostek.
Hal yang sama juga terjadi pada era Reformasi, masa yang seharusnya segala sesuatu yang buruk telah diperbaiki. Namun, pada kenyataannya untuk keadilan di bidang hukum belum juga tercipta.
3. Hubungan supremasi hukum, demokrasi, dan HAM adalah hubungan yang tidak dapat terpisahkan. Supremasi hukum dapat tercipta jika hukum dilaksanakan dengan berdasar pada keadilan. Negara yang demokratis akan akan mewujudkan watak hukum yang demokratis. Tanpa aturan hukum, kebebasan dan kompetisi sebagai ciri demokrasi akan liar tidak terkendali. Dengan adanya demokrasi, maka Hak Asasi Manusia pun akan dijunjung sebagai wujud negara demokrasi yang tertib hukum.
4. Untuk mencapai Supremasi yang ideal maka diperlukan penegakan hukum  yaitu diarahkan pada pola pencegahan segala pelanggaran hukum baik yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat ataupun badan hukum. Guna perwujudan supremasi hukum yang memenuhi lebih banyak para pelaksana hukum yang mampu bertanggung jawab, berdedikasi dan bermoral serta mempunyai intelektual tinggi yang mampu mengatasi berbagai permasalahan.

B.  Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran, antara lain:   
1. Menindak secara tegas bagi para pelanggar hukum di semua kalangan, baik yang ada di masyarakat, maupun di kalangan pejabat.
2. Diharapkan seluruh komponen masyarakat di Indonesia dapat memahami arti serta perlunya hukum serta menerapkan hukum yang berlaku sehingga dapat ditegakkannya supremasi hukum yang bertujuan keadilan sosial.
3. Menghindari kasus-kasus penyelewengan hukum


Tidak ada komentar:

Posting Komentar